Tipe- tipe Kepemimpinan



Tipe- tipe Kepemimpinan
      Konsep tentang kepemimpinan pendidikan yang memproyeksikan diri dalam bentuk sikap memimpin , tingkah laku dan sifat kegiatan pimpinan yang dikembangkan dalam lembaga pendidikan atau unit administrasi yang dipimpinnya tidak dapat dilepaskan dari konsep kepemimpinan secara umum. Dimana kepala sekolah dalam memperjuangkan lembaga yang dipimpinnya untuk mencapai kesuksesan tidak lepas dari cara kerja yang tepat sehingga dapat dipertanggung jawabkan dan bisa menggerakkan orang lain untuk turut serta mengerjakan sesuatu dalam mencapai tujuan yang dicita-citakan.
      Demikian halnya dengan tipe-tipe kepemimpinan secara umum yang dikemukakan oleh para ahli, yang juga ikut mewarnai kepemimpinan dalam pendidikan.
      Soekarto Indrafachrudin (1993:23) dalam bukunya mengantar bagaimana memimpin sekolah yang baik mengemukakan bahwa berdasarkan cara pelaksanaannya maka kepemimpinan official leadership dapat dibedakan menjadi empat tipe, yaitu:
a). Tipe kepemimpinan Otokratis
b). Tipe kepemimpinan Pseudo-Demokratis
c). Tipe kepemimpinan Laissez-Faire
d). Tipe kepemimpinan Demokratis
ad.a. Tipe kepemimpinan Otokratis
      Seorang pemimpin yang otokratis memperlihatkan kekuasaannya ingin berkuasa. Dalam kepemimpinan yang otokratis , pemimpin bertindak sebagai diktator terhadap anggota-anggota kelompoknya. Ia berpendapat bahwa tanggung jawabnya sebagai pemimpin besar sekali, oleh karena itu baginya memimpin adalah menggerakkan dan memaksa kelompok. Kepemimpinan yang otokratis ini hanya bisa dibatasi oleh undang-undang.
      Tipe kepemimpinan seperti ini tidak menghendaki rapat-rapat atau musyawarah. Kalaupun ada rapat dewan guru maka maka yang menyusun dan yang memimpin acara rapat adalah pemimpin yang otokratis tersebut. Ia tidak menghendaki guru-guru keluar dari pokok pembicaraan dalam rapat tersebut.
      Supervisi bagi pemimpin yang otokratis hanya bertugas mengontrol bawahannya, apakah sebgala perintahnya sudah dilaksanakan dengan baik atau belum. Karena intruksi/perintah atasan tidak boleh dirubah dan harus dilaksanakan. Kemudian setiap setiap kesalahan anggota organisasi sebagai pelaksana, harus dijatuhi sanksi/hukuman dengan maksud agar tidak diulangi lagi.
      Dalam hal ini Hadari Nawawi (1989:92-93) mengemukakan akibat-akibat negatif dari kepemimpinan ini dibidang pendidikan sebagai berikut:
1.      Guru menjadi orang penurut yang tidak mau dan tidak mau dan tidak mau berinisiatif dan takut mengambil keputusan.
2.      Guru dan murid dipaksa bekerja keras, patuhi dan mekanis dengan diliputi perasaan takut dan ketegangan karena terus menerus dibayangi dengan ancaman hukuman.
3.      sekolah menjadi statis. 
Kepemimpinan yang bertipe otokratis ini menurut ajaran Islam tidak sepenuhnya dapat diterima, karena yang berhak mewujudkan kepemimpinan secara murni hanyalah Allah SWT, oleh karena itu jika dilakukan oleh manusia sebagai pemimpin, yang semata-mata untuk merealisasikan kepemimpinan Allah SWT., maka kepemimpinan tipe ini menjadi benar dan tidak dapat ditolak.
Berbeda dengan wujud kepemimpinan spritual yang mutlak otoriter. Kemudian kepemimpinan opostriori dilingkungan sesama manusia, bagi ajaran Islam Tidak sepatutnya dilakukan secara otoriter.
      Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tipe kepemimpinan demokratis ini menurut tuntutan Islam adalah kepemimpinan yang terbuka, yaknikepemimpinan yang menghargai dan menerima ide, buah pikiran atau gagasan orang lain sebagai bahan masukan dan pertimbangkan dalam mengambil suatu keputusan kebijaksanaan dalam menjalankan tugasdan tanggung jawab sebagai pemimpin. Tipe kepemimpinan inilah yang paling baik dan ideal terutama untuk kepemimpinan dalam pendidikan.
      Dengan demikian jelas bahwa tipe kepemimpinan otokratis ini tidak dibenarkan menurut ajaran Islam, karena tipe kepemimpinan ini berlangsung dalam bentuk” Working on his group”, dimana pemimpin menempatkan dirinya diluar dan bukan menjadi bagian orang-orang yang dipimpinnya.
ad. b. Tipe Kepemimpinan Pseudo-Demokratis
      Tipe kepemimpinan pseudo-demokratis iniu menampakka dua wajah dan seolah-olah kepemimpinan yang diterapkan itu adalah demokratis akan tetapi sebenarnya kepemimpinan yang dilaksanakan itu bersifat otokratis. Para anggotanya diajak untuk menetapkan semua rencana, program dan keputusan-keputusan yang dibuatnya sendiri dan seolah-olah rencana, program dan keputusan-keputusan tersebut berasal dari dan milik kelompok.
      Pemimpin yang seperti ini selalu berusaha menarik perhatian dari anggotanya agar disukai, kemudian ia berpura-pura bersikap sopan, ramah dan suka sekali berbicara mengenai demokratis didepan para anggotanya pada kepemimpinan ini setiap anggota diberikan kesempatan untuk mengajukan saran-saran dan pendapat dari para anggotanya, namun kenyataannya saran dan pendapat tersebut tidak pernah digunakan sama sekali.
      Tipe kepemimpinan pseudo-demokratis ini sering juga disebut sebagai pemimpin yang memanipulasikan demokratis atau demokratis semu. Berkaitan dengan ini Kimball Willes menyebutkan bahwa cara memimpinnya tipe kepemimpinan pseudo-demokratis itu seperti diplomatic manipulation atau manipulasi diplomatis.(Soekarno Indrafachrudin, 1993:26)
ad . c. Tipe Kepemimpinan Laizzez Faire
      Dalam tipe kepemimpinan ini sebenarnya pemimpin tidak memberikan pimpinan. Tipe kepemimpinan ini menghendaki supaya anggotanya diberikan kebebasan dan membiarkan orang-orang (guru) berbuat sekehendaknya. Karena ia beranggapan bahwa dengan memberi kebebasan kepada guru-guru itu, mereka akan lebih bersemangat dalam melaksanakan tugas-tugasnya tanpa ada rasapaksaan. Pimpinan yang menguraikan tipe ini sama sekali tidak memberikan kontrol dan koreksi terhadap pekerjaan anggota-anggotanya tanpa diberi petunjuk dan saran-terlebih dahulu.
      Pada umumnya kepemimpinan seperti ini berlangsung dalam suasana yang kurang disadari. Oleh karaena itu agar suatu orgsnisasi atau lembaga yang dipimpin dengan tipe kepemimpinan laizzez-faire ini bisa berhasil maka diperlukan adanya kesadaran dan dedikasi dari para anggota kelompok karena bukan atas dasar dari pengaruh pemimpnnya.
      Dalam hal ini Dirawat dkk. Mengemukakan bebrapa sebab timbulnya kepemimpinan laizez-faire dalam kepemimpinan pendidikan di Indonesia sebagai berikut:
1.      Karena kurangnya semangat dan kegairahan kerja sipemimpin sebagai penanggung jawab utama dari pada sukses tidaknya kegiatan kerja suatu lembaga.
2.      Karena kurangnya kemampuan dan kecakapan sipemimpin itu sendiri.
3.      Masalahnya sulitnya komunikasi (Dirawat dkk.,1993:55)
Tipe kepemimpinan ini merupakan kebalikan dari kepemimpinan otokratis (otoriter). Dan biasanya struktur organisasi  pada tipe kepemimpinan laizez –faireini tidak jelas dan kabur, sehingga segala kegiatan dilakukan tanpa rencana yang terarah dan tanpa pengawasan dari pimpinan, semuanya terserah kepada anggota oleh sebab itu apabila tidak ada seorangpun dari anggota organisasi tersebut yang melaksanakan dan menetapkan keputusan maka organisasi tersebut tidak berfungsi.
Dengan demikian kepemimpinan laizez-faire ini tidak dapat dikatakan sebagai pemimpin yang tidak bertanggung jawab dan banyak terjadi dilingkungan orang kafir. Dan kepemimpinan ini kurang tepat bilamana dilaksanakan secara murni dilembaga pendidikan, karena dalam kepemimpinan ini tidak setiap anggota kelompok bergerak sendiri-sendiri sehingga semua aspek manajemen administratif tidak dapat diwujudkan dan dikembangkan.
ad.d.  Tipe Kepemimpinan Demokratis
      Tipe kepemimpinan demokratis ini pemimpinnya berada ditengah-tengah angota-anggota kelompoknya dalam arti tidak sebagai majikan terhadap buruhnya, melainkan sebagai saudara tua diantara teman sekerjanya atau sebagai kakak terhadap saudara-saudaranya yang selalu menstimulasi anggota-anggotanya agar bekerja secara kooperatif dalam rangka mencapai tujuan bersama.
      Pemimpin yang seperti ini tidak melaksanakan tugasnya sendiri. Karena disamping ia percaya kepada diri sendiri, ia juga percaya kepada anggota-anggotanya bahwa mereka sanggup melaksanakan tugas-tugas dengan baik dan penuh tanggung jawab. Oleh karena itu dia menerima dan bahkan mengharapkan pendapat, saran-saran dan juga kritikan yang bersifat membangun dari para anggotanya yang kemudian ia jadikan sebagai bahan pertimbangan dalam melangkah selanjutnya.
            Dalam kepemimpinan ini setiap individu sebagai manusia diakui dan dihargai atau dihormati eksistensi dan peranannya dal;am memajukan dan mengembnagkan organisasi. Sehingga dalam prakteknya kepemimpinan ini diwarnai oleh usaha mewujudkan hubungan manusiawi (human relationshiphablum-minannas) yang efektif, dengan prinsip saling memperlakukan sebagai subyek. Kepemimpinan pada tipe demokratis ini dalam menetapkan keputusan-keputusan yang penting selalu mengikut sertakan anggota organisasinya melalui rapat dan musyawarah untuk mencapai mufakat.
      Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tipe kepemimpinan demokratis ini menurut tuntutan Islam adalah kepemimpinan yang terbuka, yaknikepemimpinan yang menghargai dan menerima ide, buah pikiran atau gagasan orang lain sebagai bahan masukan dan pertimbangkan dalam mengambil suatu keputusan kebijaksanaan dalam menjalankan tugasdan tanggung jawab sebagai pemimpin. Tipe kepemimpinan inilah yang paling baik dan ideal terutama untuk kepemimpinan dalam pendidikan.

Popular posts from this blog

Kode Singkatan Komponen Listrik Dan Elektronik

Cara Mengatasi E31 Canon MP258

Cara Mengukur Trimpot