Nasabah "Tajir" Mendominasi Bank
Simpanan nasabah superkaya masih membanjiri perbankan. Pemilik dana
superjumbo ini menjadikan deposito sebagai tempat favorit menyimpan
karena bisa mendapat bunga di atas 5 persen atau melebihi bunga Lembaga
Penjamin Simpanan (LPS).
Nasabah superkaya ini memiliki simpanan di atas Rp 5 miliar, sedangkan nasabah kaya minimal sebesar Rp 2 miliar. Per April, LPS mencatat, jumlah nasabah superkaya berkontribusi 43 persen atau pada dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 3.294 triliun.
Nilai simpanan di atas Rp 5 miliar tumbuh 15 persen menjadi Rp 1.424 triliun dibandingkan posisi yang sama di tahun sebelumnya, yakni Rp 1.232 triliun. Dana nasabah superkaya yang mengalir ke simpanan rupiah sebanyak Rp 1.115 triliun dan simpanan valuta asing (valas) Rp 309 triliun. Dana ini diparkir pada 63.816 rekening atau bertambah 12.396 rekening dari posisi April tahun sebelumnya 51.420 rekening.
Sementara simpanan nasabah dari Rp 2 miliar sampai Rp 5 miliar tumbuh lebih kencang, yakni mencapai 24 persen, menjadi Rp 344 triliun dibandingkan tahun lalu. Rekening nasabah kaya mencapai 98.220 atau tumbuh 13 persen ketimbang jumlah rekening bulan April 2012, sebesar 86.970 rekening.
Ketua Dewan Komisaris LPS, Heru Budiargo, mengatakan, banyak faktor yang memengaruhi pertumbuhan simpanan antara Rp 1 miliar sampai Rp 5 miliar. Salah satunya kondisi internal Indonesia dan global. "Setiap orang memiliki respons berbeda terhadap setiap kejadian sekarang. Mungkin banyak nasabah superkaya memarkir dana di bank, tetapi bila kondisi sudah stabil bisa juga dana ini keluar dan masuk ke instrumen lain," ujarnya, Selasa (25/6/2013).
Heru menambahkan, tekanan dari inflasi karena kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan kondisi global bisa berimbas ke pengetatan likuiditas sehingga perbankan cenderung menaikkan bunga simpanan. Tetapi, kenaikan ini hanya sementara.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Halim Alamsyah menyampaikan, perbankan akan menaikkan tingkat bunga simpanan karena beberapa alasan, yakni pengetatan likuiditas yang diikuti kenaikan beban masyarakat akibat kenaikan tarif listrik dan harga BBM. Alhasil, banyak masyarakat mendahulukan pemenuhan kewajiban ketimbang menyimpan dana di bank. "Faktor ini dapat menyebabkan bank berkompetisi mencari sumber dana dengan bunga menarik," ujarnya.
Nasabah superkaya ini memiliki simpanan di atas Rp 5 miliar, sedangkan nasabah kaya minimal sebesar Rp 2 miliar. Per April, LPS mencatat, jumlah nasabah superkaya berkontribusi 43 persen atau pada dana pihak ketiga (DPK) sebesar Rp 3.294 triliun.
Nilai simpanan di atas Rp 5 miliar tumbuh 15 persen menjadi Rp 1.424 triliun dibandingkan posisi yang sama di tahun sebelumnya, yakni Rp 1.232 triliun. Dana nasabah superkaya yang mengalir ke simpanan rupiah sebanyak Rp 1.115 triliun dan simpanan valuta asing (valas) Rp 309 triliun. Dana ini diparkir pada 63.816 rekening atau bertambah 12.396 rekening dari posisi April tahun sebelumnya 51.420 rekening.
Sementara simpanan nasabah dari Rp 2 miliar sampai Rp 5 miliar tumbuh lebih kencang, yakni mencapai 24 persen, menjadi Rp 344 triliun dibandingkan tahun lalu. Rekening nasabah kaya mencapai 98.220 atau tumbuh 13 persen ketimbang jumlah rekening bulan April 2012, sebesar 86.970 rekening.
Ketua Dewan Komisaris LPS, Heru Budiargo, mengatakan, banyak faktor yang memengaruhi pertumbuhan simpanan antara Rp 1 miliar sampai Rp 5 miliar. Salah satunya kondisi internal Indonesia dan global. "Setiap orang memiliki respons berbeda terhadap setiap kejadian sekarang. Mungkin banyak nasabah superkaya memarkir dana di bank, tetapi bila kondisi sudah stabil bisa juga dana ini keluar dan masuk ke instrumen lain," ujarnya, Selasa (25/6/2013).
Heru menambahkan, tekanan dari inflasi karena kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) dan kondisi global bisa berimbas ke pengetatan likuiditas sehingga perbankan cenderung menaikkan bunga simpanan. Tetapi, kenaikan ini hanya sementara.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Halim Alamsyah menyampaikan, perbankan akan menaikkan tingkat bunga simpanan karena beberapa alasan, yakni pengetatan likuiditas yang diikuti kenaikan beban masyarakat akibat kenaikan tarif listrik dan harga BBM. Alhasil, banyak masyarakat mendahulukan pemenuhan kewajiban ketimbang menyimpan dana di bank. "Faktor ini dapat menyebabkan bank berkompetisi mencari sumber dana dengan bunga menarik," ujarnya.