Waspadai Puting Beliung Menuju Pancaroba
Menuju masa peralihan atau pancaroba ke musim kemarau, peluang
terjadinya hujan disertai petir, angin kencang, dan puting beliung
meningkat. Masyarakat diminta mewaspadainya.
”Pada masa pancaroba, pembentukan awan kumulonimbus berlangsung cepat. Perbedaan tekanannya dengan daratan menjadi tinggi sehingga memicu fenomena, di antaranya puting beliung,” demikian kata Kepala Bidang Peringatan Dini Cuaca Ekstrem Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Hariadi, Jumat (26/4) di Jakarta.
Hariadi mengatakan, pancaroba ditandai dengan pola angin yang belum pasti. Ketika musim hujan, terjadi pola angin dari arah barat. Pada musim kemarau, arah angin dari timur.
”Saat ini, arah angin mulai dari timur sudah terjadi. Tetapi, masih ada sebagian wilayah yang polanya tidak pasti,” kata dia. Ketidakjelasan itu termasuk hujan yang hingga kini masih berpotensi turun di sejumlah daerah.
Angin dari Samudra Hindia di selatan Sumatera, terutama yang mengandung massa uap air tinggi, masih berembus ke utara. Kondisi ini di antaranya memengaruhi terjadinya hujan yang berpotensi terjadi di wilayah Sumatera dan Jawa bagian barat.
Sementara itu, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyampaikan, puting beliung terjadi Kamis lalu di Dusun Tutut, Desa Penyamun, Kecamatan Pemali, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung. Kejadiannya pukul 12.45 yang mengakibatkan 31 rumah rusak.
”Dari sejumlah rumah yang diterpa puting beliung, terdapat rumah rusak berat, 12 rumah rusak sedang, dan 11 rumah rusak ringan,” kata Sutopo.
Tak bisa diprediksi
Menurut Hariadi, puting beliung hingga kini belum dapat diprediksi dan belum bisa terpantau kejadiannya. Namun, yang bisa dipastikan, peluang puting beliung di wilayah Sumatera dipengaruhi adanya pusaran angin yang masih banyak terjadi di wilayah Samudra Hindia selatan Sumatera.
”Suhu muka laut di Samudra Hindia sebelah barat dan selatan Sumatera masih mengalami anomali 1-2 derajat celsius di atas pola normal,” kata Hariadi menjelaskan.
Di sisi lain, anomali suhu di Samudra Hindia yang terjadi saat ini masih memberi peluang hujan, terutama di wilayah Sumatera dan Jawa. Menurut Hariadi, memasuki masa pancaroba juga memungkinkan terjadinya hujan es. (NAW)
”Pada masa pancaroba, pembentukan awan kumulonimbus berlangsung cepat. Perbedaan tekanannya dengan daratan menjadi tinggi sehingga memicu fenomena, di antaranya puting beliung,” demikian kata Kepala Bidang Peringatan Dini Cuaca Ekstrem Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Hariadi, Jumat (26/4) di Jakarta.
Hariadi mengatakan, pancaroba ditandai dengan pola angin yang belum pasti. Ketika musim hujan, terjadi pola angin dari arah barat. Pada musim kemarau, arah angin dari timur.
”Saat ini, arah angin mulai dari timur sudah terjadi. Tetapi, masih ada sebagian wilayah yang polanya tidak pasti,” kata dia. Ketidakjelasan itu termasuk hujan yang hingga kini masih berpotensi turun di sejumlah daerah.
Angin dari Samudra Hindia di selatan Sumatera, terutama yang mengandung massa uap air tinggi, masih berembus ke utara. Kondisi ini di antaranya memengaruhi terjadinya hujan yang berpotensi terjadi di wilayah Sumatera dan Jawa bagian barat.
Sementara itu, Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho menyampaikan, puting beliung terjadi Kamis lalu di Dusun Tutut, Desa Penyamun, Kecamatan Pemali, Kabupaten Bangka, Provinsi Bangka Belitung. Kejadiannya pukul 12.45 yang mengakibatkan 31 rumah rusak.
”Dari sejumlah rumah yang diterpa puting beliung, terdapat rumah rusak berat, 12 rumah rusak sedang, dan 11 rumah rusak ringan,” kata Sutopo.
Tak bisa diprediksi
Menurut Hariadi, puting beliung hingga kini belum dapat diprediksi dan belum bisa terpantau kejadiannya. Namun, yang bisa dipastikan, peluang puting beliung di wilayah Sumatera dipengaruhi adanya pusaran angin yang masih banyak terjadi di wilayah Samudra Hindia selatan Sumatera.
”Suhu muka laut di Samudra Hindia sebelah barat dan selatan Sumatera masih mengalami anomali 1-2 derajat celsius di atas pola normal,” kata Hariadi menjelaskan.
Di sisi lain, anomali suhu di Samudra Hindia yang terjadi saat ini masih memberi peluang hujan, terutama di wilayah Sumatera dan Jawa. Menurut Hariadi, memasuki masa pancaroba juga memungkinkan terjadinya hujan es. (NAW)