Masyarakat Mulai Tarik Simpanan dari Bank
Bank-bank saat ini tengah mengalami aksi penarikan dana pihak ketiga
oleh masyarakat. Ini terjadi karena suku bunga simpanan masih di bawah
laju inflasi.
"Dana-dana masyarakat lari dari bank ke instrumen lain. Bahkan ada satu bank mengalami penurunan dana pihak ketiga (DPK) hingga Rp4 triliun, bank 10 besarlah," ujar Komisaris Utama PT Bank Permata Tony Prasetiantono di Jakarta, Rabu (3/7).
Ia mengatakan bahwa masyarakat menarik simpanan mereka berupa tabungan, giro, dan deposito. Mereka mengalihkannya pada instrumen investasi lain seperti obligasi dan saham. Selain itu, para pemilik dana menukar mata uang ke dolar Amerika Serikat karena nilai tukar mata uang ini tengah menguat.
Penyebabnya, kata Tony, bunga dana masih di bawah laju inflasi di Tanah Air. Inflasi diekspektasikan di atas 7% hingga akhir tahun. Bunga simpanan seperti deposito masih berada di level maksimum 5,75%.
Untuk mengantisipasi penarikan dana besar-besaran, kata Tony, bank-bank telah melakukan preemtive dengan memberikan bunga lebih tinggi, meski suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) masih berada di level 6%. Bunga spesial itu diberikan terutama bagi para deposan besar.
"Aksi penarikan dana menandakan konsumen sudah tidak mau dengan BI rate yang lama. Kasarnya, mereka bikin BI rate sendiri. Bank sudah melakukan itu tanpa dikomandoi BI rate. Kalau tidak, bank akan kekurangan likuiditas," tegas Tony.
Ia memerkirakan bahwa BI akan melakukan penaikan BI rate sebesar 25 basis poin ke level 6,25%. Dengan kenaikan BI rate, bunga penjaminan LPS turut naik. Kondisi tersebut akan memberi kelonggaran bagi perbankan untuk menaikkan kembali bunga simpanan sehingga likuiditas kembali mengalir.
"Dana-dana masyarakat lari dari bank ke instrumen lain. Bahkan ada satu bank mengalami penurunan dana pihak ketiga (DPK) hingga Rp4 triliun, bank 10 besarlah," ujar Komisaris Utama PT Bank Permata Tony Prasetiantono di Jakarta, Rabu (3/7).
Ia mengatakan bahwa masyarakat menarik simpanan mereka berupa tabungan, giro, dan deposito. Mereka mengalihkannya pada instrumen investasi lain seperti obligasi dan saham. Selain itu, para pemilik dana menukar mata uang ke dolar Amerika Serikat karena nilai tukar mata uang ini tengah menguat.
Penyebabnya, kata Tony, bunga dana masih di bawah laju inflasi di Tanah Air. Inflasi diekspektasikan di atas 7% hingga akhir tahun. Bunga simpanan seperti deposito masih berada di level maksimum 5,75%.
Untuk mengantisipasi penarikan dana besar-besaran, kata Tony, bank-bank telah melakukan preemtive dengan memberikan bunga lebih tinggi, meski suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate) masih berada di level 6%. Bunga spesial itu diberikan terutama bagi para deposan besar.
"Aksi penarikan dana menandakan konsumen sudah tidak mau dengan BI rate yang lama. Kasarnya, mereka bikin BI rate sendiri. Bank sudah melakukan itu tanpa dikomandoi BI rate. Kalau tidak, bank akan kekurangan likuiditas," tegas Tony.
Ia memerkirakan bahwa BI akan melakukan penaikan BI rate sebesar 25 basis poin ke level 6,25%. Dengan kenaikan BI rate, bunga penjaminan LPS turut naik. Kondisi tersebut akan memberi kelonggaran bagi perbankan untuk menaikkan kembali bunga simpanan sehingga likuiditas kembali mengalir.