Pengembangan Afektif Siswa
Pengembangan Pembelajaran PAI Yang Berorientasi Pada Afektif
Dalam
belajar yang terlibat bukan hanya kegiatan fisik, tetapi diikuti oleh proses
mental, kegiatan fisik mempunyai arti penting dalam kegiatan belajar, sisi ini
tidak hanya sebagai penopang kegiatan belajar, tetapi juga berperan untuk
mendapatkan keterampilan-keterampilan tertentu.
Pembelajaran
PAI yang selama ini berlangsung masih berorietasi pada pembelajaran kognitif.
Padahal, pembelajaran PAI justru harus dikembangkan kearah proses internalisasi
nilai (afektif) yang dibarengi dengan aspek kognisi, sehingga timbul dorongan
yang sangat kuat untuk mengamalkan dan mentaati ajaran dan nilai-nilai dasar
agama yang telah terinternalisasikan dalam diri peserta didik (psikomotorik).
Adapun
dampak positif kecakapan ranah
afektif ialah dimilikinya sikap
mental keagamaan yang lebih tegas dan lugas sesuai dengan tuntutan ajaran agama
yang telah ia pahami dan yakini secara mendalam.
Oleh
karena itu, dibutuhkan strategi pembelajaran yang cocok untuk mengembangkan
pembelajaran afektif, khususnya dalam PAI, Noeng Muhadjir,
memberikan beberapa srategi yang bisa digunakan dalam pembelajaran nilai,
yaitu: (1) strategi tradisional, (2) strategi bebas, (3) strategi
reflektif dan (4) strategi
transinternal.
Pertama, pembelajaran nilai
dengan menggunakan strategi tradisional, yaitu strategi yang ditempuh dengan
jalan memberitahukan secara langsung nilai-nilai mana yang baik dan yang kurang
baik. Dengan strategi ini guru memiliki peran yang sangat menentukan. Penerapan
strategi tersebut akan menjadikan peserta didik hanya mengetahui atau menghafal
jenis-jenis nilai tertentu yang baik dan kurang baik, dan belum tentu
melaksanakannya.
Kedua, pembelajaran nilai
dengan menggunakan strategi bebas, yaitu guru tidak memberitahukan kepada
peserta didik mengenai nilai yang baik dan buruk, tetapi peserta didik diberi
kebebasan untuk menentukan nilai yang akan dipilihnya karena nilai yang baik
belum tentu baik dengan peserta didik itu sendiri, dalam hal ini peserta didik
memegang peranan yang sama dengan guru, karena guru dan peserta didik sama-sama
terlibat secara aktif.
Ketiga, pembelajaran nilai
dengan menggunakan strategi reflektif, adalah dengan jalan mondar mandir antara
menggunakan pendekatan deduktif dan induktif, maksudnya membelajarkan nilai
dengan jalan mondar mandir antara memberikan konsep secara umum tentang nilai
kebenaran, kemudian melihatnya dalam kasus kehidupan sehari-hari. Menurut Chabib
Thaha, strategi
reflektif lebih relevan dengan tuntutan perkembangan berpikir peserta didik dan
tujuan pembelajaran nilai untuk menumbuh kembangkan kesadaran rasional dan
keluwesan wawasan terhadap nilai tersebut.
Keempat, pembelajaran nilai
dengan menggunakan strategi transinternal, merupakan cara untuk membelajarkan
nilai dengan jalan melakukan transformasi nilai, dilanjutkan dengan transaksi
dan transinternalisasi. Guru dan peserta didik sama-sama terlibat dalam proses
komunikasi aktif, yang melibatkan komunikasi verbal dan fisik serta batin
(kepribadian) antara keduanya.
Kualitas hasil
perkembangan pembelajaran siswa bergantung pada kualitas proses belajar siswa,
baik di lingkungan sekolah, keluarga maupun lingkungan masyarakat, dengan
demikian proses belajar juga menentukan kemampuan siswa dalam bersikap dan
berperilaku yang selaras dengan norma agama, norma hukum, dan norma kesopanan
yang berlaku dalam masyarakat.
Dengan demikian pentingnya
perkembangan ranah afektif sangatlah
berpengaruh terhadap pembelajaran PAI karena PAI tidak hanya cukup menyentuh
ranah kognitif saja tetapi afektif dan psikomotorik. Jadi dengan adanya kurukulum berbasis kompetensi yang ada
sekarang sangatlah baik terhadap perkembangan PAI.
Ini telah dibuktikan bahwa
dalam pembelajaran PAI yang hanya sekedar mengembangkan ranah kognitif,
hasilnya nihil (kosong), karena pembelajaran PAI bukan sekedar mengajarkan
pengetahuan saja, tetapi nilai dan perbuatan sehari-hari yang harus dilakukan
orang muslim, dan ini sangat cocok terhadap KBK (kurikulum berbasis kompetensi)
yang menjadi kurikulum sekarang yang sangat mendukung dalam pembelajaran PAI.
Sesungguhnya kurikulum
berbasis kompetensi dapat diartikan
sebagai suatu konsep kurikulum yang menekankan pada pengembangan
kemampuan melakukan kompetensi tertentu, sehingga hasilnya dapat dirasakan oleh
anak didik, karena KBK diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan (kognitif),
sikap (afektif) dan pembiasaan (psikomotorik) peserta didik.