Pewayangan Sebagai Institusi Transformasi Nilai-nilai Ajaran Islam
Pewayangan dalam masyarakat Indonesia khususnya Jawa tentunya bukan sesuatu hal yang baru, karena wayang itu sendiri warisan kebudayaan yang turun temurun kepada kita semua.
Dunia wayang sering kali dianggap
masyarakat sebagai media tontonan atau hiburan saja, padahal tidak demikian,
dalam pewayangan juga terkandung nilai-nilai pendidikan moral dan ajaran
syari’at Islam. Dalam sejarahnya Islam juga turut berperan dalam perkembangan
wayang baik dalam bentuk wayang maupun dari isinya, seperti pada masa Wali
Songo bentuk wayang dulunya menyerupai bentuk manusia, kemudian Wali Songo
sepakat merubah bentuk wayang menjadi “gepeng” seperti bentuk wayang sekarang
ini, bahkan pada masa itu pewayangan sebagai media dakwah yang paling
efektif, karena masyarakt Jawa pada
umumnya menyukai musik gamelan, sehingga munculnya pewayangan memberikan daya
tarik tersendiri.
Menurut penulis wayang merupakan
karya sastra yang paling lengkap, artinya dalam wayang itu sendiri banyak
unsure kesenian yang terkandung didalamnya seperti : seni lukis, seni pahat,
seni tari, seni drama, seni suara, dan seni musik. Tidak hanya itu saja seperti
yang sudah disinggung diatas bahwa dalam pewayangan serat sekalidengan falsafah
hidup yang tercermin dalam keseluruhan unsure pewayangan baik dari bentuk
wayang, karakter wayang, musik gamelan, maupun symbol-simbol yang lain seperti
gunungan yang semuanya itu tentunya bukan hasil karya sastra yang asal, tetapi
proses kreatif yang butuh pemikiran yang mendalam.
Sebenarnya dalam pewayangan fungsi
dalang berperan besar sekali karena dalang disini sebagai orang yang
mengendalikan permainan, atau orang yang lebih tahu dari isi cerita yang
dibawakannya, jadi sudah barang tentu seorang dalang harus memiliki beberapa
ketrampilan seperti mampu berinteraksi dengan penonton, karena unsure psikologi
ini sangat penting sekali, kalau kejiwaan penonton ini sudah kena, maka
penonton akan melihat dan mendengar cerita wayang sampai berakhir. Nah,
disinilah sebenarnya hal yang perlu diperhatikan, karena kebanyakan pesan tidak
sampai kepenonton kerena penonton itu sendiri tidak mengikuti alur cerita
sampai selesai.
Selain sekolah
dan keluarga, seni wayang
dapat dijadikan media untuk
mentransformasikan nilai-nilai
ajaran Islam, karena dalam
pertunjukannya wayang selalu membawa pesan moral kepada masyarakat yang melihatnya.
Dalam pewayangan secara sederhana dapat diutarakan pendapat mengenai manusia
dengan tujuan hidupnya, cita-citanya,
serta mengenai tingkah lakunya,
disamping segala keindahannya wayang selalu memberikan daya tarik tersendiri,
dengan iringan musik dan keluwesan sang dalang dalam menarikan boneka wayang yang indah menjadikan wayang
sebagai media dakwah yang masih digemari oleh masyarakat Jawa pada umumnya.
Ki Soetarno dari Surabaya pernah
membuat eksperimen dengan memberikan pelajaran wayang sebagai media budi
pekerti bagi anak-anak sekolah dasar di
Surabaya. Pada awalnya anak-anak
SD diperkenalkan rupa dan bentuk wayang, serta nama-namanya.
Pada minggu berikutnya diperkenalkan sifat-sifat dari tokoh-tokoh wayang.
Misalkan Bima yang memiliki sifar jujur, baik,
pantang menyerah dan sebagainya.
Setelah anak-anak mengenal sifat, maka diberikan satu cerita kepahlawanan yang
menarik yang dapat menggugah perasaan anak-anak. Bahkan pada waktu ki dalang
membawakan cerita sedih tentang Pandawa menjalani hukuman 13 tahun di hutan,
banyak anak-anak yang tidak sadar menangis. Sebaliknya sewaktu ki dalang
menampilkan tokoh-tokoh petruk, gareng, semar. Dan bagong maka merekapun larut
dalam kegembiraan.
Gambaran diatas menunjukan bahwa
seni wayang tidak hanya bisa dinikmati oleh orang dewasa melainkan anak-anakpun
bisa memahami dan meresapi cerita yang dibawakan ki dalang. Karena wayang
merupakan institusi pensisikan selain sekolah dan keluarga.
Biasanya dalam pertunjukan wayang
selalu memberikan muatan-muatan ajaran agama yang disampaikan oleh dalang. Ada
juga wayang yang Khusus membawakan cerita-cerita Islami seperti wayang syadat.
Wayang ini dijadikan media dakwah untuk mensosialisasikan ajaran-ajaran Islam.
Proses transformasi nilai-nilai ajara Islam melalui pertunjukan wayang bisa
terjadi dari awal sampai akhir pementasan. Ketika sang dalang mulai membawakan
cerita dalam pementasan sesungguhnya proses transformasi itu sudah dimualai.
Ini seperti halnya proses transformasi
yang ada disekolahan artinya seorang peserta didik tidak akan mengerti
dan memahami sepenuhnya apa yang sampaikan seorang guru (dalang) kalau pada prakteknya
peserta didik kurang memperhatikan dari apa yang disampaikan okeh seorang guru.
Nah disini sebenarnya pekerjaan
seorang dalang yang paling berat karena dia harus berfikir bagaimana
pementasannyabisa menarik simpati penonton, karena bagaimanapun transformasi
itu sulir diwujudkan kalau penonton tidak memperhatikan dan mendengarkan isi
cerita. Musik gamelan, lagu-lagu yang dibawakan sinden, dan kemampuan dalang
dalam menarikan wayang adalah kesatuan kreatif yang menjadi syarat utama
didalam mentransformasikan nilai-nilai ajaran Islam. Karena dengan pementasan
yang baik dan penonton yang tertib, proses transformasi nilai-nilai ajaran
Islam dalam paket pementasan wayang akan lebih mudah diterima oleh masyarakat.