Kedudukan dan Fungsi Pendidikan Agama Islam
Kedudukan dan Fungsi Pendidikan Agama
Islam
Dalam perjalanan sejarahnya, sejak Indonesia
merdeka pada tahun 1945, pendidikan agama diberi porsi disekolah-sekolah. Pada
masa Kabinet pertama tahun 1945, Menteri PP & K (Ki Hajar Dewantara)
mengeluarkan surat edaran ke daerah-daerah yang isinya “Pelajaran budi
pekerti yang telah ada pada masa pemerintahan Jepang, diperkenankan diganti
dengan pelajaran agama“. Surat Keputusan bersama Menteri Agama dan PP &
K, tanggal 12 Desember 1946 menetapkan adanya pengajaran agama
disekolah-sekolah rakyat negeri sejak kelas IV dengan 2 jam per-minggu. Pada
tanggal 16 Juli 1951, dikeluarkan peraturan baru No.17781/ Kab.(PP & K) dan
No.K/1/9180 untuk Menteri Agama, yang menyatakan bahwa pendidikan agama
dimasukkan disekolah-sekolah negeri maupun swasta mulai SR hingga SMA dan juga
sekolah kejuruan. Dalam UUPP No.4 Thn.1950 Bab XII Pasal 20 ayat 1 juga
dinyatakan bahwa dalam sekolah-sekolah negeri diadakan pelajaran pendidikan
agama. Dalam Ketetapan No.II/MPRS/1960 Bab II Pasal 2 ayat 3 juga ditetapkan
pendidikan agama menjadi mata pelajaran disekolah-sekolah mulai dari SR sampai
Universitas-Universitas Negeri, dengan pengertian bahwa murid dewasa menyatakan
keberatannya. Dengan demikian, pendidikan agama pada masa Orde Lama
masih bersifat Fakultatif.
Pada masa Orde Baru, sejak tahun 1966
pendidikan agama merupakan mata pelajaran pokok disekolah dasar maupun
perguruan tinggi negeri, dan ikut dipertimbangkan dalam penentuan kenaikan
kelas, sesuai dengan Tap MPRS No.XXVII/ MPRS/ 1966. Dalam Ketetapan MPR
berikutnya, tentang GBHN Tahun 1973, 1983, 1988 pendidikan agama juga semakin
mendapatkan perhatian, dengan dimasukkannya kedalam kurikulum disekolah mulai
dari SD sampai Universitas Negeri. Didalam UU No.2/1989, tentang Sistem
Pendidikan Nasional (UUSPN) Pasal 39 ayat 2 ditetapkan bahwa isi kurikulum
setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat pendidikan agama.
Bahkan didalam Tap MPR No.II/MPR/1993 tentang GBHN, juga ditegaskan bahwa agama
dijadikan sebagai penuntun dan pedoman bagi pengembangan dan penerangan iptek.
Kini, kedudukan bidang studi agama menempati tempat utama dalam program
pendidikan umum setara dengan PMP dan Bahasa Indonesia, tetapi jumlah jam
pelajarannya menjadi berkurang dibandingkan dengan kurikulum 1968.
Kenyataan tersebut, menunjukkan bahwa
pendidikan agama mempunyai kedudukan dan peranan penting dalam pembangunan
negara dan masyarakat Indonesia.
Sedangkan kurikulum Pendidikan Agama Islam
untuk sekolah/ madrasah berfungsi sebagai berikut :
a.
Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketaqwaan peserta didik kepada Allah
swt yang telah ditanamkan dalam lingkungan keluarga.
b.
Penanaman Nilai, sebagai pedoman hidup untuk mencari kebahagiaan hidup didunia dan
akhirat.
c.
Penyesuaian Mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, baik lingkungan
fisik maupun sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama
Islam.
d.
Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan, kekurangan, dan kelemahan peserta
didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran dalam kehidupan
sehari-hari.
e.
Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari
budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya
menuju manusia Indonesia seutuhnya.
f.
Pengajaran, tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata, dan
nir-nyata), sistem dan fungsionalnya.
g.
Penyaluran,yaitu untuk menyalurkan anak-anak yang memiliki bakat khusus dalam
bidang Agama Islam, agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal,
sehingga dapat dimanfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.